Isyu Tsunami Pontang




Catatan GATOT YAN. S (Sekretaris TAGANA Banten)


Sabtu malam, 5 September 2009, waktu baru saja menunjukkan pukul Tujuh malam lewat beberapa menit saat warga Serang, Banten tengah bersiap menunaikan ibadah sholat Tarawih, Saya bersama tiga buah hati tengah bersantai menikmati acara televisi yang sedang menayangkan sebuah sinetron religi usai berbuka puasa. Sesaat kemudian telepon genggam saya berdering dan si bungsu bergegas menghampiri meja dimana HP tersebut berada. Saya segera menerima saat si bungsu menyerahkan HP tersebut dan sayapun larut dalam percakapan telepon dengan seorang teman.

Sejenak berbasa-basi saya langsung terkejut saat kawan yang tinggal di kawasan ciruas itu mengabarkan bahwa tengah terjadi tsunami di pantai Kecamatan Pontang, Serang. Awalnya saya tidak percaya dan mencoba menenangkan kawan yang nampak panik dalam percakapan itu, namun dia meyakinkan bahwa berita yang diterimanya bukan sebuah lelucon. Suara hiruk pikuk yang terdengar melalui teleponnya membuat saya merasa bahwa dia memang tidak sedang bercanda.

Setelah mengakhiri percakapan sayapun langsung berkemas dan berpamitan pada istri dan ketiga anak saya yang tengah bersiap berangkat tarawih, dan tidak berapa lama saya sudah meluncur di jalan raya seputar kota serang yang malam itu nampak tidak terlalu ramai. Diperjalanan saya terus menerus menggunakan HP untuk menghubungi beberapa kawan, termasuk beberapa pengurus Tagana yang saya perintahkan untuk bersiaga jika memang kabar tentang tsunami tersebut benar adanya.

Keluar dari Kota Serang jalan raya masih terlihat lengang, namun saya tidak bisa memacu kendaraan lantaran sambil menyetir saya terus berkomunikasi melalui HP yang tidak lepas dari tangan kiri saya, jarak dari pusat kota serang menuju Kecamatan Pontang memang lumayan jauh, sekitar 30 Kilometer.

Memasuki kecamatan Ciruas saya mulai merasakan suasana yang beda, lalu lintas jalan raya nampak ramai bahkan cenderung padat. Beberapa kali saya berpapasan dengan kendaraan roda dua dan roda empat yang membawa barang-barang perabotan rumah tangga, mirip seperti orang yang hendak pindahan rumah. Anehnya, kendaraan yang membawa barang perabotan tersebut arahnya semua menuju ke pusat kota, berlawanan dengan saya yang tengah meluncur ke arah timur.

Kecurigaan saya kian besar saat memperhatikan sepanjang sisi jalan raya pun nampak banyak orang berkerumun dan bergerombol, dan semuanya memang menatap kearah timur, arah dimana saya hendak menuju. Hati kecil saya mulai berkata bahwa jangan-jangan isu tsunami itu memang benar adanya. Sayapun makin mempercepat laju mobil yang saya kendarai menuju lokasi dimana kabar tentang tsunami itu saya terima.

Tiba di perempatan Ciruas suasana semakin membuat saya tercengang. Hiruk-pikuk ribuan orang dan kendaraan yang ingin menyelamatkan diri nampak jelas terlihat disana. Warga menggunakan segala cara untuk menyelamatkan diri, mulai dari motor, mobil, truk dan berlari-lari. Jalan raya menuju Pontang macet total oleh padatnya orang dan kendaraan yang terlihat panik kesana-kemari. Ada yang berlarian membawa keluarga, ada yang sambil membawa barang dan pakaian, ada pula yang tengah panik mencari-cari keluarga mereka.

Suara klakson, klap klip lampu kendaraaan dan tangisan warga mewarnai malam purnama ketika itu. Ramainya warga yang berlari dari arah Pontang membuat warga di Ciruas pun turut khawatir. Bahkan, beberapa di antaranya langsung naik ke atap masjid. Kendaraan motor dan mobil yang saling berdesakan sambil membunyikan klakson membuat suasana semakin menegangkan. Beberapa aparat kepolisian pun kewalahan dan tak mampu mengatur lalu lintas yang sudah semrawut itu.

Rasa khawatir sempat menyinggahi benak saya saat saya memutuskan untuk terus menerobos ke arah timur, sementara hiruk pikuk orang dan kendaraan justru kearah barat menjauhi arah yang saya tuju. Namun keterpanggilan akan tugas penyelamatan meneguhkan hati saya untuk terus menuju titik lokasi bencana.

Melihat suasana panik dan tegang itu saya mulai yakin bahwa memang tengah terjadi sesuatu di kecamatan Pontang yang jaraknya masih sekitar sepuluh kilometer lebih dari perempatan Ciruas dimana saya berada. Setelah berfikir sejenak saya memutuskan untuk berhenti disitu dan memulai koordinasi untuk melakukan langkah-langkah tanggap darurat, saya pun segera menepikan kendaraan saat melihat ada tempat yang bisa saya gunakan untuk memarkir mobil.

Setelah menghentikan kendaraan ditempat yang tidak mengganggu hiruk pikuk lalu lintas, saya langsung turun dan mencoba bertanya kepada warga yang rata-rata hendak eksodus dari lokasi tersebut. Dari keterangan warga saya memperoleh kabar yang simpang siur, ada yang mengatakan terjadi tsunami di pantai Desa Domas, tapi ada pula yang mengatakan terjadi angin puting beliung yang menimbulkan rob (air laut pasang).

Kendati belum bisa memastikan apa yang tengah terjadi di desa Domas, saya meyakini bahwa suatu kejadian bencana memang tengah terjadi disana, dan saya memutuskan untuk memulai langkah-langkah koordinasi. Yang pertama saya hubungi adalah beberapa orang pengurus termasuk yang tengah bertugas di Posko Sekretariat, mereka saya arahkan untuk menyiapkan beberapa peralatan termasuk logistik.

Selain itu saya juga menghubungi koordinator Tagana Kabupaten Serang dan Kota Serang, pada mereka saya instruksikan untuk menyiapkan pasukannya dan disiagakan malam ini juga di posko masing-masing. Oleh karena Koordinator Tagana Banten (Bpk. Andika Hazrumy) tengah berada di singapura untuk suatu urusan, saya memutuskan untuk berkoordinasi langsung dengan pihak Dinsos Provinsi Banten. Pihak Dinsos melalui Kabid. Banjamsos Bpk. Sudarto selanjutnya mengarahkan saya untuk menyiagakan tim Tagana sembari memantau situasi yang terjadi.

Sejam kemudian saya mendapat panggilan telepon dari koordinator Kota Serang yang menyampaikan bahwa tim nya sudah disiapkan dan tengah disiagakan di Kampus IAIN Serang, tak lama berselang koordinator Kabupaten Serang juga menghubungi saya dan mengabarkan kesiapan tim nya yang sudah standby di Posko mereka sembari menunggu instruksi selanjut. Sementara dari Posko Tagana Banten saya juga mendapat laporan bahwa Tim sudah siaga dengan segala perlengkapan yang dibutuhkan.

Pukul Setengah Delapan malam saya masih berada di jalan raya Ciruas – Pontang, suasana hiruk pikuk masih terlihat saat saya menerima telepon dari Koordinator Tagana Banten Bpk. Andika Hazrumy yang mengabarkan bahwa beliau sedang bersama Ibu Gubernur dan sudah mendengar berita tentang adanya isu tsunami tersebut, saat ini beliau sedang berada di Bandara Changi Singapura dan bersiap terbang menuju Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten untuk selanjutnya bersama Ibu Gubernur akan langsung menuju lokasi bencana. Diinstruksikan pula agar saya segera menyiapkan Tim Tagana di lokasi kejadian.

Mendapat perintah tersebut saya langsung mengarahkan Tim Kabupaten Serang dan Kota Serang serta Tim Provinsi untuk segera meluncur ke lokasi. Kabar akan kedatangan Ibu Gubernur bersama Koordinator Tagana Banten ke lokasi bencana ini juga saya tembuskan kepada pihak Dinsos Prov. Banten yang langsung menyiapkan logistik bantuan untuk para korban.

Pukul sembilan malam seluruh Tim sudah berada dilokasi kejadian di Kampung Ceroco, Desa Domas, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang. Tak berapa lama kemudian saya mendapat informasi bahwa Koordinator Tagana Bpk Andika Hazrumy dan Gubernur Ibu Hj. Ratu Atut Chosiyah sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta dan akan langsung meluncur menuju lokasi bencana, sementara saya diminta menunggu rombongan sekitar di perempatan.

Setengah jam kemudian rombongan Gubernur bersama Koordinator Tagana melintasi tempat dimana saya bersama beberapa rekan pengurus menunggu, kami pun ikut dalam iring-iringan kendaraan menuju Kecamatan Pontang. Jalan menuju Pontang yang tidak terlalu lebar dan berlubang membuat saya harus ekstra hati-hati menjaga jarak kendaraan iring-iringan yang rata-rata melaju dengan kecepatan tinggi.



Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah bersama rombongan saat meninjau lokasi bencana puting beliung; FOTO


Tiba di lokasi kejadian kami mendapati situasi yang ternyata tidak seperti apa yang kami bayangkan. Tidak nampak adanya genangan air dipemukiman warga. Setelah beberapa saat berbincang dengan Korlap Tagana yang telah melakukan assesment terlebih dahulu, saya mendapat keterangan bahwa yang terjadi sesungguhnya adalah datangnya angin puting beliung yang memporak-porandakan beberapa rumah warga. Kuatnya pusaran angin puting beliung itu tersebut juga membuat air di tambak-tambak sekitar pantai terangkat dan tumpah ke pemukiman penduduk, air itulah yang membuat penduduk panik dan ketakutan sehingga mengira akan terjadi tsunami.

Kendati tidak terbukti terjadi tsunami, kejadian itu ternyata juga merenggut dua nyawa warga setempat. Jatuhnya dua korban yang telah berusia lanjut itu karena kepanikan warga ada isu gelombang tsunami yang melanda kampung mereka. Menurut penuturan warga, Mereka berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi atau menjauhi rumah. Banyak di antara warga yang mengungsi ke wilayah kecamatan lain. “Warga baru saja selesai buka puasa, saat itulah kita dikejutkan dengan angin kencang dengan suara gemuruh air laut,” kata Pariji, seorang warga Desa Domas.



Rumah warga yang roboh akibat angin puting beliung; FOTO


Selain dua korban tewas, musibah putting beliung juga menyebabkan tiga orang menderita luka-luka akibat berdesak-desakan menyelamatkan diri. Dua orang lainnya luka-luka terkena hantaman perahu nelayan yang tertiup angin kencang. Bakri, salah satu warga setempat yang rumahnya ikut rusak akibat serangan puting beliung, mengatakan warga panik karena trauma dengan tsunami yang sempat melanda beberapa daerah di Indonesia. “Awalnya terdengar suara gemuruh keras sekali. Lalu warga melihat air laut yang terbawa angin puting beliung setinggi tiang listrik, kami mengira itu tsunami, padahal hanya angin puting beliung. Itupun kejadiannya tidak lama, tidak lebih dari lima menit,” katanya. Meski angin puting beliung menyerang Desa Domas tidak lebih dari lima menit namun menyebabkan sedikitnya tujuh rumah warga rusak ringan dan tiga lainnya rusak berat.




Gubernur berbincang dengan warga yang menderita luka; FOTO

Menurut Pariji, salah seorang Domas, sempat kehilangan anak gara-gara isu tsunami. “Kebetulan yang lari itu istri dan anak-anak. Nah, saat keadaan mulai tenang ternyata anak saya hilang entah ke mana,” kata Pariji.

Kata dia, istri dan anaknya sengaja dilarikan terlebih dahulu agar bisa selamat. “Saya sendiri menunggu rumah demi keamanan,” kata Pariji seraya merasa bersyukur karena anaknya berhasil ditemukan dan tsunami pun hanya isu.

Sementara itu, Sulastri warga di Desa Kadikaran, Kecamatan Ciruas, mengatakan, jika dirinya was-was dan khawatir saat mendengar dan melihat ribuan warga berlarian dengan bekal apa adanya. “Karena khawatir akhirnya saya dan keluarga pun masuk ke masjid. Bahkan, suami dan anak-anak naik ke atap masjid,” ungkap Sulastri, yang malam itu terlihat tegang.



Gubernur Hj. Ratu Atut Chosiyah didampingi Koordinator Tagana Andika Hazrumy saat memberikan arahan pada aparat setempat; FOTO

Ibu Gubernur yang didampingi Kapolda Banten, Koordinator Tagana serta beberapa pejabat dilingkungan Pemprov Banten mengungkapkan keprihatinannya atas musibah tersebut. Dalam kesempatan itu Gubernur juga langsung memberikan uang santunan kepada para korban, baik yang meninggal, luka-luka maupun kepada warga yang rumahnya mengalami kerusakan. Bantuan lain berupa sembako dan makanan instant juga diberikan Gubernur malam itu juga melalui Kepala Desa dan Camat setempat.



Tim Tagana Banten berkoordinasi dengan aparat setempat; FOTO


Sementara Koordinator Tagana Bpk. Andika Hazrumy menyampaikan apresiasinya kepada Tim Tagana yang cukup responsif terhadap kejadian tersebut. “kendati tsunami ini hanya isu, namun kesiapsiagaan dan kewaspadaan kita sebagai relawan penanggulangan bencana tetap harus terus kita dijaga” demikian kata Andika. Setelah menurunkan sejumlah bantuan dan sejenak berkoordinasi dengan Kepala Desa dan Babinsa setempat, saya memutuskan untuk menarik sebagian relawan Tagana untuk kembali ke Posko dan sebagian lagi tetap berada dilokasi untuk berjaga-jaga. Sekitar pukul Tiga Dini hari kami pun bergerak meninggalkan Kecamatan Pontang. Karena kelelahan dan kantuk yang mulai menyerang, diperjalanan saya bersama beberapa pengurus lebih banyak terdiam sembari menyimak lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an yang mulai berkumandang di beberapa masjid dan surau yang kami lalui pertanda waktu sahur telah tiba.