10 Hari dalam misi Bantuan Sumbar



PENGANTAR: 15 Orang Tim TAGANA Banten diterjunkan dalam aksi kemanusiaan untuk korban gempa Sumbar. Tim yang bertugas sejak tanggal 13 hingga 23 Oktober 2009 ini dipimpin langsung oleh Sekretaris TAGANA Banten, Gatot Yan. S. Suka duka selama menjalankan kegiatan tentunya menjadi bagian yang tidak akan pernah terlupakan. Berikut adalah tulisan yang dibuat oleh wartawan senior ADAM ADHARIYUDIN yang kala itu ikut mendampingi meliput kegiatan kami. Tulisan yang juga dimuat di Harian BERITA KOTA secara bersambung pada edisi 19 - 24 Oktober 2009 ini bersumber dari situs www.beritakota.co.id


Kawal Bantuan, 3 Hari Tak Mandi

Gempa bumi dahsyat yang mengguncang kawasan Sumatera Barat (Sumbar) pada Rabu (30/9) petang silam, mengundang pilu tak hanya di dalam negeri tapi juga dunia internasional. Bantuan pun mengalir dari berbagai penjuru dunia. Para relawan nasional maupun internasional berdatangan, tak terkecuali relawan dari Provinsi Banten. Para relawan yang tergabung dalam Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten ini berangkat ke lokasi gempa Sumbar guna memberi bantuan pascaevakuasi korban. Mereka fokus membantu pemulihan rasa trauma yang dialami para korban dan rekonstruksi permukiman penduduk. Selama sepekan, mulai Senin (19/1), wartawan Berita Kota yang turut dalam perjalanan kemanusiaan itu melaporkan aktivitas para relawan Banten sejak perjalanan hingga beraktivitas di lokasi bencana.

relawan Tagana saat upacara pelepasan dihalaman Pendopo Gubernur Banten; FOTO.


SEJAK dilepas Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah pada Selasa (13/10), rombongan relawan Provinsi Banten langsung mengawal bantuan logistik untuk korban gempa bumi di Sumatera Barat (Sumbar). Perjalanan panjang dilalui dengan suka dan duka. Sedikitnya tiga kali mereka mengalami pecah ban dan sekali pecah aki saat rombongan melakukan konvoi di lintas timur Sumatera.


Menjelang petang, puluhan relawan bersama konvoi truk yang mengangkut bantuan keluar dari Pelabuhan Bakauheuni, Provinsi Lampung. Iring-iringan tujuh unit kendaraan bertuliskan Bantuan Untuk Korban Gempa Sumbar melaju menyusuri jalur darat lintas timur Sumatera.

Medan panjang yang berkelok, menanjak, dan menurun mengakibatkan para relawan tidak bisa menolak lelah. Sedikitnya, mereka empat kali beristirahat untuk makan dalam perjalanan selama 38 jam tersebut. Empat kali pula harus berhenti akibat gangguan teknis pada kendaraan.

melepas lelah ditepi jalan lintas sumatera; FOTO.


Selama perjalanan, tim relawan mengalami tiga kali pecah ban dan sekali aki pecah. Tak hanya itu, para relawan pun berulangkali diguyur hujan dalam perjalanan. Namun, hal itu tidak menyurutkan tekad relawan dari Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten untuk sampai di lokasi bencana gempa berkekuatan 7,6 skala richter (SR) yang melanda kawasan Sumbar.


“Kami ingin cepat sampai ke lokasi bencana. Tiga hari dalam perjalanan, tiga hari pula kami tidak mandi. Tapi, sebagian sih mandi karena sempat duguyur hujan saat memasuki Sumatera Selatan,” ujar Gatot Yan, Sekjen Tagana yang menjadi ketua tim dalam aksi kemanusiaan di Sumbar, sedikit berkelakar.
Banyak suka-duka dirasakan dalam perjalanan itu. Apalagi, salah satu mobil sewaan untuk mengangkut logistik dinilai tak siap menempuh perjalanan panjang itu, sehingga kerap mengganggu kelancaran perjalanan. Sejak memasuki jalur lintas timur Sumatera yang berliku, tiga kali ban mobil itu pecah dan sekali akinya pecah diduga karena kepanasan.

“Baru saja memasuki wilayah Lampung, ban pecah. Pokoknya sampai Padang tiga kali bannya pecah. Bahkan akinya pun pecah, mungkin karena kepanasan,” lanjut Gatot Yan.

Ihwal suka dan duka selama perjalanan, Aan, aktivis Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) yang biasa dipanggil Beleck ini langsung menyahut. “Sukanya kalau waktu makan tiba, dukanya mungkin yang kami rasakan, tidak ada. Enjoy aja. Kalau pegel, itu mah wajar-wajar saja, karena kan jauh,” ujarnya yang diamini teman-temannya.

saat pecah ban di tikungan curam sitinjau, padang; FOTO.


Setibanya di Sumbar, Gatot dan kawan-kawan berharap segera mendapatkan tugas ke lokasi bencana. Bahkan pihaknya juga siap diperpanjang waktunya, jika tenaganya memang diperlukan di ranah Minang. “Jika memang harus diperpanjang, kami siap. Tapi kami dengar, tanggap darurat justru waktunya diperpendek. Kami terus berkoordinasi dengan Tagana Sumbar dan Tagana Nasional,” ujar Gatot.


Setibanya di Sumbar, Tim Tagana Banten belum mengetahui tempat mereka akan tidur atau menginap. Sebab Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar menyarankan agar tidak membuka posko lagi, dengan alasan sudah banyak posko siaga bencana di berbagai tempat.

Selama menunggu tugas selanjutnya, tim relawan masih berada di Posko Utama Siaga Bencana Sumbar. “Kami tak pusing memikirkan tempat tidur, ini dan itu. Masalah itu sudah biasa. Asal ada tempat agak kering, kami juga bisa tidur,” timpal Beleck yang berharap bisa kembali ke Banten dengan selamat.

Langsung Bantu Korban Gempa

SETELAH melewati perjalanan panjang selama 38 jam, bantuan logistik dan para relawan yang mengawalnya tiba di Posko Utama Bencana Gempa, Sumatera Barat (Sumbar), pada Kamis (16/10). Bantuan itu langsung diserahkan oleh Kepala Biro Kesra Banten Zaenal Mutaqin kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumbar Firdaus K SE di Kantor Gubernur Sumbar, pukul 11.00.

Dalam serah-terima, Zaenal mengatakan, bantuan dari Banten hasil penggalangan dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan masyarakat Banten. Diharapkan bantuan ini bisa meringankan beban para korban gempa bumi. “Kami mengajak puluhan relawan yang siap membantu melakukan kegiatan-kegiatan pascaevakuasi korban,” ujar Zaenal yang didampingi perwakilan Satkorlak Banten Tri Margo.

diatas feri yang menyeberangkan tim dari pulau jawa ke Sumatera;FOTO.


Selain bantuan logistik, Zaenal juga menyerahkan bantuan uang tunai Rp100 juta untuk menambah bantuan sebelumnya yang dikirimkan melalui transfer sebesar Rp200 juta. “Dari sini (Sumbar), saya harus berangkat ke Jambi guna menyerahkan bantuan kepada korban gempa di sana,” kata Zaenal yang menyerahkan penyaluran bantuan kepada Pemerintah Provinsi Sumbar.


Usai serah terima, tim penerima bantuan di Posko Utama Gempa Sumbar langsung mengecek satu per satu bantuan yang dikirim. “Alhamdulillah, jumlahnya sesuai dengan daftar yang kami terima,” kata Kepala Biro Bina Sosial Sumbar H Abdul Gafar.

Di lain pihak, setelah mendapat briefing dari ketua rombongan, Zaenal Mutaqin, tim Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten langsung berkoordinasi dengan tim Tagana Sumbar dan Tagana Nasional. Relawan asal Banten meminta ditempatkan di lokasi-lokasi yang kerusakannya terparah untuk membantu para korban.

“Anggota tim kami bagi dua, sebagian melakukan trauma healing (membantu penyembuhan kroan gempa yang trauma), dan sisanya bertugas membantu rekonstruksi. Sasarannya adalah daerah-daerah yang belum tersentuh,” ujar Ketua Tim Tagana Banten Gatot Yan.

berpose didepan Kantor gubernur Sumatera Barat; FOTO.


Berdasarkan pengalaman, ujar Gatot, pihaknya merasa yakin timnya bisa bekerja maksimal dalam aksi kemanusiaan itu. Tim trauma healing bertugas membantu pemulihan mental anak-anak dari rasa ketakutan, akibat musibah yang terjadi.


Dalam melaksanakan tugas kemanusiaan ini, tim Tagana Banten ditempatkan di Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumbar. Pasalnya, sesampainya di Padang tim relawan langsung berbaur dengan warga yang daerahnya belum tertangani secara maksimal oleh pemerintah daera setempat. Warga merelakan salah satu rumahnya untuk dijadikan posko relawan Banten.

Menurut Gatot Yan, kehadiran relawan Banten disambut positif oleh masyarakat yang mengaku masih sangat membutuhkan bantuan. Sebab itu, ujar dia, setibanya di salah satu lokasi bencana, relawan Banten langsung mendapatkan tempat untuk tinggal dan membantu warga di sana.

Dilokasi tersebut, lanjut Gatot, pihaknya langsung membagi tim menjadi dua kelompok. Satu tim beranggotakan 10 orang membantu rekonstruksi permukiman, dan lima orang sisanya melakukan trauma healing, membantu memulihkan mental korban gempa, khususnya anak-anak, yang trauma.

Tak hanya Tagana, tim kesehatan yang diterjunkan Pemprov Banten juga langsung berbaur dengan masyarakat Kecamatan Kuranji. Dua orang dokter dan dua orang perawat melakukan pengobatan di Kelurahan Ampang, Kecamatan Kuranji.

Tagana Banten menurunkan bantuan di Posko Bersama Pemprov. Sumbar; FOTO.

Sejak mendapatkan tugas, relawan Banten telah beraktivitas sesuai tugas masing-masing. Sepuluh orang anggota Tagana membantu warga membersihkan puing-puing yang masih berserakan di sekitar lokasi rumah mereka. Sementara lima orang lainnya langsung mendata anak-anak korban gempa di Kecamatan Kuranji.


“Alhamdulillah, kami bisa membantu warga yang rumah-rumahnya runtuh akibat gempa,” ujar Ketua Tim Rekontruksi Tagana Banten Tb Ade Mulyana.

Sementara tim trauma healing terkonsentrasi di SDN 05 Kalumbuk. Di lokasi ini tim memberikan materi rehabilitasi mental kepada anak-anak yang trauma akibat gempa. “Setidaknya mereka kembali merasa gembira dan menemukan kembali keceriaan,” ujar Aan Wiguna seraya memberikan sejumlah hadiah berupa makanan dan mainan kepada ratusan anak di lokasi itu.

Rumah Dijadikan Posko

HARI memasuki gelap, adzan maghrib terdengar nyaring dari sebuah surau kecil di Kelurahan Kaumbuk, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Belasan relawan dari Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten pun bergabung melaksanakan shalat magrib di surau itu. Berawal dari obrolan ringan dengan tokoh masyarakat setempat usai shalat, para relawan memutuskan membantu warga di daerah itu.

Setelah berembuk dengan warga di salah satu rumah berukuran 4 x 8 meter yang telah ditinggal penghuninya, malam itu pula berbagai rencana membantu masyarakat sekitar disusun. Tim Tagana yang berjumlah 15 orang, selanjutnya dibagi dua. Sebanyak 10 orang ditugaskan membantu membersihkan puing-puing sisa runtuhan, dan 5 lainnya bertugas memulihkan mental anak-anak yang trauma akibat gempa. Sementara tim dokter dan perawat disiapkan membuka pengobatan gratis yang sedianya dipusatkan di Kelurahan Ampang, Kecamatan Kuranji, sekitar 5km ke arah utara Kelurahan Kalumbuk.

Relawan Banten yang berbaur dengan warga, ternyata mendapat sambutan antusias di daerah itu. Pasangan muda yang berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah dasar (SD) di daerah itu tak sungkan-sungkan merelakan rumahnya untuk dijadikan posko. “Silakan rumah kami digunakan sebagai posko. Bapak-bapak tak perlu memasak, biarkan kami dan ibu-ibu di sini yang memasak. Berikan saja kepada kami bahan-bahan yang akan dimasak,” ujar Rika Yohana (22).

tidur diteras musholla, Tetap Semangat ..!!; FOTO.


Bahkan, Juprizal (29) dengan ramah menyarankan kalau mau menginap, para relawan bisa tinggal di rumahnya. “Kalau sebagian dari bapak-bapak mau menginap di gubug kami, kami pun tak keberatan,” katanya.


Sambutan hangat pun terlontar dari Ketua Karang Taruna Kota Padang Julhardi. Menurutnya, sejak bencana meluluhlantakkan Sumatera Barat, jarang sekali menemukan relawan yang langsung berbaur dengan warga. “Posko banyak berdiri, tapi di sekitar kantor gubernur. Relawan pun banyak datang, bahkan dari luar negeri, tapi mereka memilih lokasi-lokasi yang banyak memakan korban jiwa. Sementara yang selamat, tapi rumahnya rusak kurang diperhatikan. Kami sangat senang bila semua relawan semua seperti ini,” ujarnya.

Dikatakan, selain rehablitasi dan pembersihan puing-puing bangunan, saat ini yang harus diperhatikan adalah warga yang kehilangan tempat tinggal, dan anak-anak yang menderita trauma. Memasuki malam, sebagian relawan melepaskan lelah di sebuah tenda, dan lainnya memilih membersihkan surau yang terasnya masih ditutupi puing-puing sisa reruntuhan. Tak lama berselang sejumlah pemuda pun berbaur bersama relawan membersihkan tempat ibadah tersebut.

Beralaskan tikar lusuh dan bantal tas berisi pakaian, para relawan yang letih setelah bekerja membantu warga seharian akhirnya tertidur pulas sambil menyongsong datangnya pagi untuk melanjutkan tugas-tugas mulia membantu sesama yang menderita akibat musibah dahsyat yang mengguncang ranah Minang beberapa waktu lalu.

Bersihkan Puing & Ngajar Ngaji

UDARA mulai terasa panas ketika hari mulai beranjak siang. Sebanyak 15 orang anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten siap-siap beraktivitas di tengah-tengah warga yang membutuhkan bantuan. Letih akibat perjalanan panjang mulai pulih, setelah beberapa jam tertidur pulas di emperan surau di Kampung Marapak, Kelurahan Malubuk, Kecamatan Kuranji, Kota Padang.

Terlebih, sejuknya air di Sungai Batang Kuranji yang membelah kampung telah membasuh tubuh mereka. Tubuh mereka pun kembali segar.

Tim Rekonstruksi tengah membersihkan puing sekolah yang runtuh; FOTO.


Usai briefing alakadarnya, 10 orang relawan langsung memasuki perkampungan dipandu warga setempat, Juprizal (29). Sepanjang jalan yang dilalui, tak satupun rumah di kampung itu yang luput dari musibah yang dahsyat. Dinding-dinding rumah retak, atap-atap miring, bahkan kubah-kubah masjid tak lagi tegak.


“Kami langsung masuk ke lokasi-lokasi terparah saja. Ada beberapa warga kurang beruntung yang bantuannya harus didahulukan,” ujar Juprizal seraya mengajak tim memasuki jalan-jalan setapak di antara dinding-dinding rumah yang mayoritas atapnya berbahan seng.

Usai mendengar penjelasan tentang maksud dan tujuan kedatangan rim relawan, warga pun antusias menyambutnya. Para relawan lantas memulai beraktivitas memberi bantuan kemanusiaan. Puing-puing yang berserakan segera dibersihkan dengan alat seadanya. Jalan-jalan yang tertutup reruntuhan kembali dibuka untuk lalu-lalang warga.

Hingga sore, bagai tak ada waktu untuk beristirahat. Mereka memberi bantuan secara berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Demikian berlanjut hingga sore hari. Kegiatan hanya berhenti untuk shalat dan istirahat makan.

Menjelang maghrib, para relawan kembali berkumpul di posko yang berdampingan dengan surau. Usai shalat maghrib berjamaah, sebagian relawan pun tak menyia-nyiakan waktu. Mereka mengisinya dengan mengajar ngaji anak-anak korban gempa. Suara anak-anak usia dini pun terdengar riang dari dalam surau. Sebab, selain mengajar ngaji, para relawan pun mencoba menghibur puluhan anak-anak itu dengan lelucon-lelucon ringan yang menyenangkan. Kegiatan itu berlangsung hingga masuknya waktu shalat isya.

“Waktu yang terbatas tidak kami sia-siakan. Mudah-mudahan manfaatnya bisa dirasakan warga,” ujar Toto, anggota Tagana, saat dijumpai seusai mengajar ngaji.

Sejumlah anak yang dijumpai juga mengaku senang dengan hadirnya para relawan dari Banten tersebut. Kondisi itu juga terlihat, dengan bertambahnya jumlah anak-anak yang ikut mengaji. “Seneng Pak. Bapak-bapaknya (rim relawan) lucu-lucu,” aku salah seorang anak, malu-malu.

Hibur Anak-anak Korban Gempa

TERIK matahari mulai meredup seiring datangnya petang. Sore itu pukul 16.30, dari kejauhan terdengar suka-cita dari halaman sebuah sekolah dasar di Kelurahan Kalumbuk, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Lagu Tak Gendong-nya Mbah Surip membahana memecah keheningan.

Di lokasi itu ratusan siswa-siswi SDN 05 dan SDN 10 yang belajar di satu ruangan tengah diberi trauma healing, terapi pengobatan mental terhadap anak-anak korban bencana. Anak-anak yang rumahnya ambruk itu kembali tertawa dan bernyanyi.

Bermodal gitar dan satu dus permen, lima anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten mencoba menghibur bocah-bocah korban gempa tersebut. Pola sederhana trauma healing ala Tagana Banten ini ternyata mampu membuat ratusan anak bahagia. Derai tawa dan yel-yel kembali menggugah untuk kembali memberikan semangat bagi anak-anak korban gempa.

Tim Trauma Healing menghibur siswa-siswi SDN 20 Kalumbuk, Kuranji, Kota Padang; FOTO.


Mula-mula ratusan siswa-siswi dikumpulkan di halaman SDN 05 Kalumbuk. Mereka lalu dibagi beberapa kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 10 orang. Anak-anak itu lantas diberi kebebasan berekspresi untuk menamai kelompoknya. Ada yang mengambil nama binatang, bunga, seperti melati dan mawar, bahkan ada juga memakai nama-nama tokoh super hero Batman dan Superman.


Mereka terlihat antusias mengikuti trauma healing itu. Cara trauma healing yang diberikan tim relawan cukup unik. Anak-anak diajak bermain dan bergembira agar bisa memulihkan kondisi mental mereka dengan cara bernyanyi sesuka hati. Ketika salah seorang relawan memainkan gitar, serentak anak-anak bernyanyi. Bahkan hampir seluruh anak bisa menyanyikan lagu Tak Gendong. Kegembiraan makin terpancar dari wajah-wajah lugu itu tatkala para relawan memberi hadiah.

Untuk memberikan semangat, para relawan mengajak anak-anak memekikkan yel-yel, semacam salam khas Hawai Aloha yang berarti apa kabar dan dijawab dengan kata Sambewa (baik). Satu kelompok meneriakkan Aloha, langsung dijawab oleh kelompok lainnya. “Anak-anak Indonesia tak kenal takut. Anak-anak Indonesia gagah berani. Aloha,” pekik Aan Wiguna, aktivis Kelompok Penyanyi Jalanan yang menjadi koordinator trauma healing. “Sambewa” balas anak-anak diringi tawa.

Menurut Beleck, sapaan Aan, untuk menumbuhkan mental mereka akibat musibah gempa bumi, perlu terapi pemulihan mental. Sebab, trauma bisa mengakibatkan mental anak terganggu. Keceriaan, adalah cara sederhana yang bisa dilakukan. “Semoga dengan trauma healing ini, rasa trauma mereka hilang, ” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Aan, trauma healing ini bisa menanamkan rasa nasionalisme kepada anak-anak sejak dini. Karena dalam konsep trauma healing yang diberikan menyanyikan lagu daerah dan lagu-lagu tentang nasionalisme. “Ini penting untuk membangun semangat, bahwa mereka bangga menjadi anak Indonesia,” terangnya.

Sementara itu, Wanda, salah seorang siswa, mengaku senang mengikuti kegiatan ini. Sebab, musibah itu sempat membuatnya ketakutan. “Waktu gempa terjadi saya sedang memandikan adik, lalu ibu menggendong saya dan adik ke luar dari rumah. Akibat gempa kamar mandi dan teras rumah ambruk,” ujar siswi kelas 3 SD itu.

Pun demikian Sonia, siswi kelas 4. Meski musibah telah berlalu, namun gempa itu tak hilang dari ingatannya. Sebab, waktu bencana tiba ia sedang bermain di depan rumah, sehingga menyaksikan sendiri rumahnya ambruk.

Pengobatan Gratis Diserbu Korban

PASCA EVAKUASI para korban yang meninggal, masih banyak korban gempa bumi di Sumatera Barat (Sumbar) yang menderita. Sebagian dari mereka sakit fisik dan mental.

Untuk membantu mereka yang sakit secara fisik, tim dokter dan perawat dari relawan Banten memberi pengobatan gratis yang digelar di Kampung Chaniago, Kelurahan Ampang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Sejak pengobatan dibuka, ratusan warga langsung antre.

Dokter dan perawat bahu-membahu bersama anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) menolong warga, mulai mengobati diare, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) hingga mereka yang dehidrasi. Lucunya, di antara warga mengaku datang ke lokasi pengobatan hanya ingin tertawa, karena mereka mengaku tidak sakit.

Tagana bersama tim dokter melakukan pengobatan gratis; FOTO.


Afrida (54), salah seorang wanita yang mengaku kehilangan tempat tinggal, hingga kini masih dirundung kesedihan. Karenanya setiap ada kegiatan, ia selalu diajak warga untuk bergabung dan dihibur. Demikian halnya saat tim dokter relawan asal Banten membuka pengobatan di kampungnya. “Saya tidak tahu sakit apa, saya hanya ingin periksa. Kalau ada obatnya, saya hanya ingin bisa tertawa,” ujar ibu empat anak ini yang langsung disambut tawa ibu-ibu lainnya yang antre dalam pengobatan itu.


Tak hanya Afrida, puluhan warga di Kelurahan Ampang juga mengalami nasib serupa. Mereka pun kini tinggal di tenda-tenda pengungsian, yang letaknya di sekitar puing-puing rumah mereka. Selama di pengungsian, mereka tidak pernah merasa nyaman, karena setiap malam harus tidur di tengah terpaan angin malam. Akibatnya, mereka kerap masuk angin, bahkan sebagaian terserang diare.

Demikian juga Gindo, Ketua RW di Kelurahan Ampang, yang halaman rumahnya dijadikan posko pengobatan gratis. Gindo pun memilih tidur di tenda yang didirikan di halaman rumah, karena takut ada gempa susulan. Sementara bangunan rumahnya sudah tidak utuh lagi. “Kalau ada gempa lagi rumah saya pasti hancur,” ujarnya.

Kehadiran para relawan asal Banten juga menjadi tempat mengeluh warga di sana. Mereka berharap, para relawan sudi mencarikan donator yang mau merehabilitasi rumah-rumah di lokasi itu dalam waktu cepat. “Kalau ada swasta, bawa saja ke sini, kami sangat mengharapkan bantuanya,” tukas Afrida lagi kepada relawan Banten yang membantu jalannya pengobatan gratis.

disela kesibukan, komunikasi dan koordinasi terus dijalin, baik dengan Tagana pusat maupun daerah; FOTO.


Sementara itu, koordinator tim dokter dari relawan Banten dr Hanif mengatakan, sejak posko tim kesehatan dan perawat relawan Banten dibuka, ratusan warga langsung menyerbunya, di antara mereka mayoritas menderita sakit ISPA, diare, dan dehidrasi. Namun, banyak juga penyakit yang timbul karena warga stres. “Penyakitnya memang ringan, namun perlu penanganan serius agar tidak meluas,” ungkap Hanif.


Hanif mengaku akan terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Sumbar terkait persoalan-persoalan yang dihadapi di lokasi yang didatangi. Sebab, untuk melanjutkan pengobatan pihaknya terbentur waktu. “Supaya Dinkes Sumbar menindaklanjutinya,” pungkasnya.

Penulis: ADAM ADHARIYUDIN
source: www.beritakota.co.id